Halaman.co.id |Depok – Polemik pada dunia pendidikan di Kota Depok memantik Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) angkat suara. Adalah Siswanto, Sekretaris Komisi D pada DPRD Kota Depok.
Diambil dari berbagai sumber, Siswanto meminta Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Pendidikan untuk mengambil langkah tegas terhadap sekolah swasta yang belum membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan program Rintisan Sekolah Swasta Gratis (RSSG).
Pernyataan itu diutarakan Siswanto ditengah tingginya tuntutan masyarakat menagih janji kampanye Wali Kota Depok tentang pendidikan gratis. Beruntung kata Siswanto, saat ini Pemkot Depok memiliki program kerjasama dengan sejumlah sekolah swasta yang ada, gratis.
“Antusiasme warga sangat tinggi, padahal sebelumnya cukup banyak sekolah swasta yang menarik diri dari kerja sama dengan Pemkot. Ini di luar dugaan kami,” kata Siswanto kemarin, (1/7/2025).
Menurutnya, lonjakan jumlah pendaftar melebihi proyeksi awal. Ia juga menyoroti perubahan teknis pendaftaran yang awalnya dirancang dilakukan langsung di sekolah, namun dalam praktiknya dipusatkan di Balai Kota. Hal ini dinilai menyulitkan proses klasifikasi berdasarkan domisili calon siswa.
“Seharusnya pendaftaran dilakukan di sekolah masing-masing agar data calon peserta didik dapat dikelompokkan berdasarkan wilayah tempat tinggal. Karena dipusatkan, pemetaan zonasi menjadi tidak akurat. Contohnya, warga dari Cilodong justru mendaftar ke sekolah di Cipayung, yang jelas menyulitkan dari sisi akses transportasi,” jelasnya.
Ia menilai sistem pendaftaran terpusat justru menjadi hambatan bagi keluarga prasejahtera, karena berpotensi menempatkan siswa di lokasi yang jauh dari tempat tinggal.
“Kondisi ini bertentangan dengan visi Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang menginginkan agar anak-anak bisa bersekolah cukup dengan berjalan kaki dari rumah,” ujarnya.
Siswanto juga mengungkapkan, dari target 5.000 peserta didik, yang baru tersedia sekitar 3.200 rombongan belajar (rombel) di 44 sekolah swasta yang menandatangani MoU.
Rinciannya, 33 sekolah umum dan 11 madrasah tsanawiyah. Artinya, masih terdapat kekurangan kuota sekitar 1.800 hingga 2.000 siswa.
Guna menutup kekurangan tersebut, ia mendorong Pemkot melakukan pendekatan lebih intensif kepada sekolah-sekolah swasta yang belum bergabung dalam program ini.
Bahkan, ia mengusulkan agar sekolah-sekolah dengan biaya tinggi yang berada di kawasan padat penduduk diwajibkan menerima siswa dari keluarga kurang mampu.
“Kalau ada sekolah elit yang berdiri di tengah permukiman warga miskin, Pemkot harus hadir. Sekolah tersebut perlu diminta menyediakan kursi gratis bagi siswa prasejahtera, dengan pembiayaan yang ditanggung melalui APBD,” tegasnya