Halaman.co.id |Depok – Dalam praktik sehari-hari, masyarakat masih sering beranggapan bahwa dokumen tanpa materai otomatis dianggap tidak sah . Padahal, secara hukum, persepsi tersebut keliru .
Untuk memahami permasalahannya, paktisi hukum Andi Tatang Supriyadi, SE, SH, MH, CPL., CPM mengungkapkan perlunya melihat ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) serta UU Bea Materai.
Apa Saja Syarat Sahnya Perjanjian?
Andi tatang menjelaskan bahwa, Pasal 1320 KUHPerdata dengan tegas menyebutkan bahwa ada empat syarat utama agar suatu perjanjian dinyatakan sah di mata hukum:
Kesepakatan para pihak
Para pihak harus menyatakan persetujuan secara bebas tanpa paksaan, kekhilafan, atau penipuan.
Kecakapan para pihak
Mereka yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum, yaitu:
Berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah , dan
Tidak berada di bawah pengampuan (misalnya karena gangguan mental atau pemboros).
Adanya objek yang jelas (hal tertentu)
Perjanjian harus memiliki objek yang dapat ditentukan, misalnya perjanjian jual beli mobil, rumah, atau jasa tertentu.
Alasan yang halal
Isi dan tujuan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan hukum, kesusilaan, atau kesepakatan umum.
“Keempat syarat ini bersifat mutlak. Tidak ada satu pun yang menyebutkan materai sebagai syarat sahnya perjanjian,”ujar Andi Tatang dalam keterangan resminya, Rabu (10/12/2025)
Lalu, Apa Fungsi Sebenarnya dari Materai?
Menurut Dosen Hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Politik (STIHP) Pelopor Bangsa Kota Depok ini, pemahaman tersebut sangat penting agar masyarakat tidak terjebak dalam mitos hukum.
Andi Tatang menjelaskan, bahwa menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai , fungsi utama materai adalah sebagai berikut:
Sebagai dokumen pajak yang menjadi kewajiban negara terhadap dokumen tertentu.
Ketiadaan materai tidak membuat perjanjian menjadi tidak sah.
Artinya, kontrak yang ditandatangani para pihak tetap sah selama memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata, meskipun tanpa materai.
Namun, jika dokumen itu ingin digunakan sebagai alat bukti di pengadilan , maka bea materai harus dilunasi (dapat ditempel kemudian atau melalui mekanisme pemateraian kemudian).
Dengan demikian, materai adalah syarat formil untuk pembuktian kepentingan , bukan syarat sahnya perjanjian.
“Perjanjian tanpa materai tetap sah secara hukum selama memenuhi unsur kesepakatan, kecakapan, objek tertentu dan sebab yang halal. Materai baru wajib jika perjanjian itu akan dibawa ke ranah pembuktian , misalnya dalam proses litigasi,” jelas Pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Kami Ada
“Dengan dasar hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1320 dan Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai,”tambahnya








