Halaman.co.id |Depok – Pemuda Penegak Keadilan (PPK) Depok mendukung langkah Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat yang berencana mengirim anak-anak nakal ke barak militer untuk pembinaan karakter.
Ketua PPK, Yusril Kaimudin mengatakan kebijakan Dedi Mulyadi merupakan program terobosan untuk mengatasi krisis moral dan disiplin anak remaja. Karenanya, ia katakan PPK akan mendukung penuh langkah tersebut.
“Kami melihat langkah Gubernur Dedi Mulyadi ini sebagai pendekatan tegas namun edukatif untuk menanamkan kembali nilai-nilai tanggung jawab, kedisiplinan, dan rasa nasionalisme yang mulai tergerus di generasi muda kita,” kata Yusril, Jumat (9/5/2025).
Yusril jelaskan lebih jauh, dari perspektif pendidikan, program ini merupakan bentuk pendidikan karakter berbasis pengalaman nyata atau experiential learning.
Yusril S.K. menegaskan bahwa PPK memantau agar pelaksanaan program ini tetap mengacu pada prinsip hukum dan perlindungan anak sesuai UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Kami akan pastikan bahwa program ini hanya diperuntukkan bagi anak-anak yang orang tuanya memberi persetujuan, dan pelaksanaannya diawasi oleh profesional dari TNI-Polri serta psikolog,” tambahnya.
Ia menilai bahwa program barak militer untuk anak bermasalah adalah bentuk inovasi pendidikan berbasis disiplin yang dikombinasikan dengan pendekatan psikologis dan supervisi hukum.
Yusril juga menilai program tersebut bukan bentuk kekerasan struktural, melainkan *intervensi sosial progresif* yang menyelamatkan masa depan anak-anak yang nyaris kehilangan arah.
“Kritik yang menyebut ini tidak menyentuh akar masalah justru kurang realistis. Faktanya, tidak semua keluarga mampu melakukan pengasuhan yang memadai. Negara hadir untuk mengisi celah itu dengan solusi nyata, bukan sekadar teori. Justru inilah wujud kehadiran negara di saat keluarga gagal menjalankan fungsinya,” pungkas Yusril.
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Diah Permata menyebut banyak lembaga pendidikan di negara maju seperti Korea Selatan dan Singapura juga menerapkan pendidikan disiplin berbasis militer untuk membentuk ketangguhan mental siswa.
“Disiplin dan tanggung jawab tidak cukup hanya diajarkan di kelas, tetapi perlu dipraktikkan dalam lingkungan yang mendukung perubahan perilaku. Program semi-militer ini mengisi kekosongan itu,” ujar Diah Permata.
Sementara itu, psikolog klinis remaja, dr. Reni Amalia menanggapi kritik yang menyebut pendekatan militeristik bisa menimbulkan trauma. Dikatakan Reni Amalia, pendampingan psikologis harus menjadi salah salah satu perhatian utama dalam pelaksanaan program Dedi Mulyadi.
“Pendekatan ini bukan hukuman, melainkan pembentukan ulang perilaku. Bila dilakukan dengan pendekatan restoratif, ini bisa menjadi terapi perilaku yang efektif,” jelas Reni.
Reni menjelaskan anak-anak dengan latar belakang sosial bermasalah cenderung membutuhkan struktur dan figur otoritas yang konsisten. Program barak ini bisa menjadi “lingkungan korektif” selama tidak menggunakan kekerasan fisik atau verbal.