JAKARTA, Halaman – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Penetapan ini dinilai sebagai harapan cerah bagi upaya pemberantasan korupsi ke depan.
Firli dijerat Pasal 12B ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal ini mengatur tentang ancaman hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun bagi penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan orang lain agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Selain itu, Firli juga dijerat Pasal 11 UU Tipikor, yang mengatur tentang ancaman hukuman penjara satu hingga lima tahun dan denda antara Rp 50 juta hingga Rp 250 juta.
Polda Metro Jaya telah menyelesaikan gelar perkara, menetapkan Firli sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup, termasuk keterangan saksi dan bukti elektronik. Rangkaian kasus ini dimulai dari aduan masyarakat pada 12 Agustus 2023, yang kemudian mengalami serangkaian tahap penyelidikan hingga penetapan status menjadi penyidikan pada 6 Oktober 2023.
Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo, menilai sebaiknya Firli segera mundur sebagai Ketua KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya, langkah ini lebih baik untuk kebaikan KPK agar tidak terbebani masalah hukum.
“Firli akan nonaktif dari posisinya (setelah jadi tersangka, red). Oleh karena itu sebaiknya Firli mundur daripada jadi beban KPK,” kata Yudi kepada wartawan, Kamis, 23 November dini hari.
Yudi menilai, penetapan Firli sebagai tersangka merupakan langkah positif yang menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi. Ia berharap, langkah ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan menjadi peringatan bagi penyelenggara negara lainnya.